Header Ads

Kota Berusia 4.000 Tahun dari Era Babilonia Kuno Ditemukan di Irak


Sekelompok arkeolog Rusia menemukan sebuah kota kuno berusia sekitar 4.000 tahun di Provinsi Dhi Qar di Irak selatan. Kota itu ditemukan di wilayah Tell al-Duhaila, yang merupakan rumah bagi lebih dari 1.200 situs arkeologi, termasuk situs Ziggurat Agung Ur dari era Sumeria.

Ziggurat Ur sendiri adalah ziggurat Neo-Sumeria yang terletak di Kota Ur, di dekat Nasiriyah, Provinsi Dhi Qar, Irak. Struktur bangunan mirip piramida ini dibangun pada Zaman Perunggu Awal, tapi sudah menjadi reruntuhan pada abad ke-6 Sebelum Masehi pada masa Neo-Babilonia sebelum direstorasi oleh Raja Nabonidus yang memerintah pada tahun 555–539 Sebelum Masehi.

Penemuan kota kuno di wilayah Tell al-Duhaila itu terjadi baru-baru ini pada tahun 2021. “Pekerjaan dimulai pada April 2021, yang merupakan putaran penuh pertama penelitian arkeologi lapangan di Mesopotamia selatan," ujar Alexei Jankowski-Diakonoff, kepala misi penggalian arkeologi tersebut.

“Kota yang ditemukan adalah permukiman perkotaan di Tell al-Duhaila, terletak di tepi aliran air. Menurut spekulasi awal, kota itu bisa menjadi ibu kota negara yang didirikan setelah runtuhnya politik di akhir era Babilonia kuno [sekitar pertengahan abad kedua Sebelum Masehi], yang menyebabkan kehancuran sistematis kehidupan perkotaan peradaban Sumeria,” tutur Alexei Jankowski-Diakonoff kepada Al-Monitor.

Jankowski-Diakonoff mengatakan betapa pentingnya penelitian di daerah tersebut. “Meneliti kota-kota Mesopotamia selatan pada akhir era Babilonia kuno –dan situs Tell al-Duhaila khususnya– membuka rahasia halaman yang tidak diketahui dalam sejarah peradaban tertua di planet ini. Daerah Tell al-Duhaila dan kota kuno Mashkan Shabir selamat dari perampokan massal yang dimulai pada tahun 1991.”

Jankowski-Diakonoff menambahkan, “Situs ini juga mengungkapkan perkembangan pertama di bidang pertanian menggunakan lumpur di Mesopotamia. Situs ini berisi sisa-sisa material dari periode yang mendahului munculnya peradaban Sumeria."

Dia berharap timnya ini bisa menemukan dokumen-dokumen kuno Mesopotamia yang masih cukup utuh untuk dibaca, "yang akan sangat penting tidak hanya bagi para ilmuwan Rusia tetapi juga para arkeolog Mesopotamia.”

Misi tersebut juga menemukan sebuah pelabuhan kuno tempat kapal-kapal biasa berlabuh dan sisa-sisa tembok kuil dengan lebar sekitar 4 meter atau 13 kaki. “Kami juga menemukan mata panah teroksidasi, sisa tungku tandoor dan patung unta tanah liat yang berasal dari Zaman Besi awal,” papar Jankowski-Diakonoff.


Berbicara tentang sejarah penemuan, arkeolog Rusia itu mengatakan, “Menurut studi bangunan arsitektur tertua di kota itu dan berdasarkan fitur desain dan blok-blok konstruksi besarnya, bangunan itu kemungkinan besar dibangun selama era Babilonia kuno. Ini terutama mencerminkan budaya perbudakan, periode Neolitik, dan zaman Tembaga Awal.”

Jankowski-Diakonoff mengatakan, “Pada tahun 2019, misi bersama Rusia-Irak memperoleh izin resmi dari Direktorat Purbakala di Kementerian Kebudayaan Irak untuk melakukan penelitian arkeologi di dua situs di Irak selatan." Dua situs itu adalah di wilayah Maysan dan Dhi Qar, "yang meliputi daerah delta modern di Mesopotamia, tempat lahirnya sejarah paling kuno di bumi.”


Amer Abdel Razak, direktur kepurbakalan di Dhi Qar, mengatakan bahwa kota kuno yang ditemukan itu terletak 70 kilometer atau 43 mil barat daya kota Nasiriyah di selatan di cekungan Sulaibiya, yang merupakan rumah bagi banyak situs arkeologi yang belum digali. "Itu dekat dengan kota Eridu, kota tertua dan terbesar di mana raja-raja dikatakan telah turun dari surga, menurut legenda Sumeria," ujarnya.

Razak juga mengatakan bahwa situs tersebut telah ditemukan dan terdaftar di Departemen Purbakala Dhi Qar sebagai "situs arkeologi yang sangat signifikan" menjelang kedatangan tim Rusia di Irak. Namun, tanpa dana dan dukungan dari pemerintah Irak, seringkali para arkeolog asing yang akhirnya berhasil melakukan penggalian tersebut.

Kepala Komite Kebudayaan, Pariwisata, dan Purbakala di parlemen Irak, Sumaya al-Ghallab, mengatakan bahwa negaranya perlu mengalokasikan "dana dan upaya perlindungan yang diperlukan untuk tim penggalian" dan menciptakan "strategi untuk proses penggalian dan penelitian yang meliputi seluruh peta arkeologi di Irak."






 

No comments

Powered by Blogger.