Pemindahan Ibukota dan Kemunculan Sabdo Palon (Semar)
Mengacu #ilmu #mitologi, kecocokan bentuk Semar dengan Ibukota baru di #Pulau #Kalimantan bisa menjadi suatu pertanda alam. Semar bersumpah akan kembali setelah 500 tahun untuk menjadi penasehat “kesatria: nusantara. Kalau saat ini kesatria tersebut mungkin diwakili presiden saat ini. Wacana pemindahan Ibukota sendiri sudah ada sejak era #Soekarno dan baru terwujud saat ini. Apakah berarti Semar telah menampakkan wujudnya meimbang banyaknya huru hara yang terjadi di negara ini belakangan?
Berikut kisah turun temurun tentang sumpah kembalinya Sabdo Palon atau disebut juga Semar. Pada penghujung kejayaan #kerajaan #Majapahit bersamaan dengan berkembangnya #agama #Islam di tanah Jawa, sang #Pangeran #Raden Patah mendirikan kesultanan di #Demak. Raja tua terakhir #Majapahit, #Prabu #BraWijaya ke Lima pergi menyingkir hingga penghujung timur pulau Jawa, #Blambangan yang sekarang dikenal dengan nama #BanyuWangi didampingi dua abdinya Sabdo Palon dan #NoyoGenggong.
#Sunan #KaliJaga anggota #Wali #Sanga termuda penasehat Raden Patah yang ikut mengislamkan tanah Jawa menyusul sang Prabu BraWijaya ke Lima ke Blambangan. Sunan Kalijaga membujuk sang Prabu untuk kembali ke istana Majapahit tetap menjadi sesepuh yang dihormati. Dialog yang alot antara Sunan Kalijaga dengan Prabu Brawijaya ke Lima tidak berhasil membujuk sang prabu untuk kembali, namun berhasil meyakinkan Prabu Brawijaya ke Lima untuk memeluk agama Islam.
Prabu Brawijaya ke Lima lalu mengajak abdinya Sabdo Palon untuk ikut memeluk agama Islam. Sabdo Palon kecewa dengan sang Prabu Brawijaya yang bersedia memeluk agama Islam dan dia menolak untuk ikut memeluk agama Islam. Dia mengingatkan sang Prabu Brawijaya ke Lima bahwa dia, Sabdo Palon adalah #pemomong para Raja di tanah Jawa.
Sudah 2000 tahun lebih 3 tahun dia hidup dan menjadi pemomong para Satria Jawa hingga menjadi Raja ganti berganti. Tentu seorang yang sudah hidup 2000 tahun lebih bukan dari jenis manusia, tapi dari kebangsaan jin. Dia adalah sosok Semar sang pamomong satria-satria yang dimasukkan ke dalam kisah pewayangan Jawa adopsi dari #kisah #Ramayana dan #Mahabharata dari tanah India.
Karena kekecewaannya Prabu Brawijaya ke Lima yang dimomongnya terakhir ini masuk agama Islam dan menyebarnya Islam ke seantero tanah Jawa, dia memilih untuk moksa, menghilang menjadi Samar antara ada dan tiada di tanah Jawa. Sebelum menghilang Sabdo Palon bersumpah akan kembali ke tanah Jawa 500 tahun lagi dari saat itu, tahun Jawa – Saka dengan sengkala (kode sastra Jawa) getir, Sirno Ilang Kertaning Bumi (Musnah Hilang Kemakmuran Dunia) yang bertepatan dengan sekitar tahun 1478 masehi.
Sabdo Palon memberitahukan tanda-tanda sosial dan tanda-tanda alam yang akan muncul di jaman kembalinya nanti. Setelah 500 tahun agama Islam yang dianut Prabu brawijaya ke Lima akan menyebar bahkan seluas nusantara. Namun Islam hanya menjadi baju yang menempel di raga sedangkan ajarannya sudah tidak merasuk ke dalam jiwa.
Para pemimpin Islam hanya fasih di mulutnya tapi rusak perbuatannya, tamak kepada harta dan kenikmatan duniawi, tega mencuri kekayaan negara dan berbicara bohong menjadi-jadi. Kehidupan rakyat tampak berkecukupan harta benda tapi banyak yang mengeluhkan sulitnya hidup, serasa lebih baik mati. Dan tanda alam yang akan terlihat adalah meletusnya gunung Merapi dengan muntahan abu dan lahar ke arah barat.
Sabdo Palon akan kembali ke tanah Jawa adalah untuk bertugas kembali sebagai seorang pemomong. Setelah 500 tahun tanah Jawa akan memunculkan kembali seorang Satria yang akan menjadi momongannya. Sang Satria ini akan mengawali membawa kembali kemakmuran dan kejayaan bangsa Jawa Nusantara dan akan mengusung kembali ajaran Budi. Budi pekerti yang luhur akan menjadi hal yang utama yang akan ditanamkan sebagai landasan dalam meraih kemakmuran dan kejayaan negara.
Sabdo Palon akan kembali tentu bukan di alam nyata, tetapi sebagai bangsa Jin dia akan muncul kembali di alam gaib, alam maya. Bersama pasukan Jin dan Lelembut, Sabdo Palon akan membantu perjuangan sang Satria momongannya di dunia maya, mempengaruhi seluruh manusia yang hidup di nusantara dengan kata-kata dan cara yang tidak dapat dibayangkan oleh Prabu Brawijaya ke Lima.
Sang Satria yang sebelumnya bukan siapa-siapa tidak dikenali muncul tiba-tiba dan dengan cepat termasyhur ke seantero Nusantara. Penggambaran lain tentang sang Satria dituturkan dia menjalani masa kecil yang sulit dan menderita, tinggal di rumah di pinggir kali yang di timurnya adalah kaki gunung Lawu dan kali Bengawan.
Wajahnya selalu tersenyum bak Krisna tapi wataknya tegas seperti Baladewa. Caranya berpakaian dan penampilannya tidak layaknya Satria calon Raja tapi bersahaja seperti rakyat jelata. Pergi ke sana kemari tanpa dikawal pasukan, mengalahkan tanpa mempermalukan orang lain, dan sakti, mampu, tanpa perlu ajian, nama besar keturunan maupun kepangkatan.
Kegembiraannya adalah mengurai dan menyelesaikan permasalahan rakyatnya yang dalam kesulitan. Rakyat lama menunggu dan mencari sosok Sang Satria, begitu dia muncul diresmikan sebagai calon pemimpin, segera seorang pemuda berjenggot menyatakan mendukungnya.
Selesai menyatakan sumpahnya untuk kembali 500 tahun lagi dan membabarkan tanda-tanda jaman kapan dia kembali dan ciri-ciri calon momongannya Sabdo Palon segera menghilang moksa dari hadapan Prabu Brawijaya ke Lima.
Kita bisa percaya atau tidak pada #mitos Jawa. Namun, terkadang ucapan orang jaman dahulu dikenal sakti dan bisa menjadi kenyataan suatu saat. Seperti ramalan #Jayabaya yang terkenal itu ternyata sangat sesuai dengan kondisi di Indonesia saat ini.
Begitulah kira-kira 🙂
Post a Comment